Berikutalasan mengapa riba diharamkan dalam Islam: 1. Termasuk tujuh dosa besar. Riba disebut menjadi salah satu dari tujuh dosa besar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah TakdirAllah adalah yang Terbaik. Bersabarlah atas segala pinta yang kamu langitkan. Jika tidak hari ini mungkin saja nanti, esok, lusa, atau bahkan hari di mana kamu sendiri tak pernah sadar bahwa itulah yang pas untuk sebuah pinta yang kamu semogakan. Karena Allah akan mentakdirkan apa yang kamu minta bukan sesuai dengan keinginanmu, tapi KajianBersama Aa Gym tema Allah yang Memberi dan Mengambil Kekuasaanceramah agama islam terbaru, terlengkap, terupdate bersama dai-dai papan atas seperti da Diamengetahui bahwa waktu yang akan datang lebih baik. Namun di lain waktu, Allah memberi kita apa yang kita minta karena hal itu merupakan hal yang baik. Karena Allah mengasihi kita maka Ia akan memberikan hal-hal yang baik bagi kita. Allah selalu siap memberitahu kita bagaimana Dia menjawab berbagai macam doa khusus kita. . Hits 504Waktu cepat berlalu, kita pasti senang hari ini bisa berkumpul kembali beribadah kepada Tuhan. Rahmat dan anugerah-Nya selalu melimpah di dalam hidup kita. Dia adalah Allah yang setia dan kasih-Nya tetap tak berubah, walaupun kadang-kadang kita tidak setia kepada-Nya. Seiring berjalannya waktu, kehidupan kita terus berubah. Berubah lebih baik pasti kita senang, tetapi apakah kita bisa menerima ketika kehidupan kita berubah menjadi buruk? Dalam segala keadaan, apakah kita tetap merasakan kasih setia Tuhan dalam hidup kita? Mari kita belajar dari kehidupan Ayub. Dalam Ayub 11-22 dicatat, bahwa Ayub adalah orang yang saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia memiliki segala-galanya 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan, harta kekayaan yang melimpah – tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga Ayub adalah orang terkaya dari semua orang di sebelah timur. Walaupun Ayub memiliki segala-galanya, ia rendah hati dan hidup dalam kekudusan di hadapan Tuhan. Tapi cerita selanjutnya memberitahukan kita, bahwa dalam sekejab mata, semua yang dimiliki oleh Ayub lenyap. Tuhan tahu tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan Tapi Tuhan mengizinkan penderitaan itu terjadi di atas diri Ayub. Puji syukur kepada Tuhan, Ayub memperlihatkan perjalanan imannya yang luar biasa, kuat, dan tidak goyah dalam menghadapi semua yang terjadi atas dirinya. Jika kita adalah Ayub, apa yang kita lakukan? Ayat 20 dan 21 “Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!”. “Mengoyakkan pakaian” adalah suatu tindakan umum untuk menyatakan kesedihan, penyesalan atas dosanya sendiri maupun dosa orang lain. “Kepala gundul” dianggap sebagai kehinaan dalam kehidupan Israel pada zaman dahulu. “Sujud dan menyembah” menunjukkan sikap kerendahan hati. Tindakan Ayub ini menunjukkan bahwa ia tidak menyalahkan Tuhan dan tetap meyakini pimpinan atau otoritas Tuhan atas hidupnya. Ayub sadar bahwa dia tidak dapat melawan kedaulatan Tuhan atas hidupnya. Ketika badai kehidupan menerjangnya, yang teringat oleh Ayub adalah bagaimana waktu ia dilahirkan ke dunia ini. Ia sadar bahwa semua yang dimilikinya adalah pemberian dan titipan Tuhan. Karena itu, Ayub bisa mengungkapkan satu pernyataan yang luar biasa ini “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!”. Dalam penderitaan Ayub tetap memuji nama TUHAN. Tuhan itu besar dan tetap berkuasa atas hidupnya, hanya Tuhan yang patut diagungkan dan dimuliakan. Semua yang kita miliki adalah berasal dari Tuhan dan titipan Tuhan, bukan milik kita. Jika Tuhan mengambil apa yang kita miliki, sanggupkah kita berkata seperti Ayub? Mengapa meskipun Ayub mengalami segala musibah itu, ia tidak berbuat dosa dan tidak mempersalahkan Allah? Karena dari awal sudah dikatakan ia adalah seorang saleh, jujur, dan takut akan Tuhan Artinya ia memiliki pengenalan sangat baik akan TUHAN dan hidup bergaul dengan Tuhan. Ayat 5 sangat jelas memperlihatkan hal ini “Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.” Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa. Kesungguhan kita mengenal Tuhan akan terlihat jelas melalui perbuatan-perbuatan kita di hadapan Allah. Kisah kehidupan Ayub mengingatkan 1. Kita butuh waktu untuk memahami rencana Tuhan yang indah dalam hidup kita. 2. Jangan pernah menyerah dalam menghadapi ujian dalam hidup ini, karena hidup kita ada dalam otoritas Tuhan. Rancangan Tuhan adalah yang terbaik untuk hidup kita. Hidup kita ini sepenuhnya ada di tangan Tuhan totalitas kedaulatan Allah atas hidup kita. 3. Dibalik kesulitan hidup, ada kuasa Allah sedang bekerja di dalamnya untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Kita hanya perlu taat dan setia kepada-Nya, maka kita akan mengalami kuasa dan kasih Tuhan. Tuhan memberkati kita semua. Amin. Satu hal yang perlu direnungkan tentang hidup ini yakni bahwa hidup yang kita miliki sekarang ini bukanlah milik kita sendiri. sesungguhnya hidup ini adalah dari Allah, Sang Pencipta kita. Karena itu Allah-lah yang memiliki hak otoritas atas hidup kita. Bila Ia mengambilnya kita tidak ada kuasa untuk mempertahankannya. Demikian juga kita tidak ada kuasa untuk menghabisinya. Bunuh diri adalah dosa, yaitu dosa merampas hak Tuhan mencabut nyawa. Sebagai mahkluk sosial, bila Tuhan berkenan memberikan kepada kita orang-orang yang kita sayangi, entah itu adalah orang tua atau saudara kandung atau anak-anak, tatkala mereka diambil kembali oleh Tuhan maka kita tidak ada kuasa untuk menahannya. Kita memang sangat mengasihi mereka yang Tuhan berikan bagi kita untuk hidup bersama, tetapi patut kita pahami bahwa mereka juga adalah milik Tuhan yang sangat dikasihi oleh-Nya. Bila mereka itu Tuhan ambil dari kita, sebagai mahkluk sosial kita pasti merasa kehilangan, berduka cita dan berbagai perasaan lain yang bisa menimpa kita. Namun, kita juga tidak ada alasan untuk menuduh Tuhan bertindak tidak adil, karena tidak mungkin Ia salah dalam tindakanNya. Lalu bagaimana kita menghadapi kondisi yang demikian? Peristiwa yang dialami Ayub patut menjadi referensi dalam hidup kita, saat semuanya Tuhan ambil daripadanya, baik itu harta benda maupun anak-anaknya. Namun dalam situasi itu ia berkata, "Tuhan yang memberi Tuhan yang mengambil, terpujilah Tuhan." Mengapa demikian? Ayub bukanlah orang yang tidak waras, melainkan seorang yang berusaha memahami maksud dan kehendak Allah dibalik semua yang terjadi dalam hidupnya. Hal yang sama pernah terjadi bagi Abraham, yang sudah sekian lama menunggu realisasi janji Allah tentang keturunan. Pada saat keturunan itu diberikan satu anak perjanjian, yaitu Isak, Tuhan meminta untuk dipersembahkan bagi-Nya. Di sini nampak bahwa Tuhan memberi satu anak dan memintanya kembali, tetapi Abraham mengikuti permintaan Tuhan dengan iman. Iman Abraham adalah bahwa kalaupun anak itu harus mati dikorbankan, tetapi Tuhan itu maha kuasa untuk membangkitkan orang mati. Itulah iman Abraham yang spektakuler sehingga ia disebut sebagai bapa orang beriman. Janji Tuhan yang sangat besar bagi setiap orang kepunyaanNya adalah "Aku menyertai kamu senantiasa". Penyertaan Tuhan bagi kita sangat besar maknanya. Mazmur 68 ayat 6 dan 7 mengatakan bahwa Allah itu menjadi Bapa bagi anak yatim, Pelindung bagi para janda serta memberikan tempat tinggal bagi orang-orang yang sebatang kara. Jadi, tatkala andalan kita di dunia orang tua, suami, saudara sudah tidak ada lagi, maka Dialah jaminan kita. Terpujilah Tuhan. {Kakek dan Nenek Lewi serta Thomas, sampai bertemu di surga} Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. ... Ketika kita kehilangan yang adapadanya sebagai miliknya, pada hal sebenarnya hanya titipan dari Allah dan kita adalah pengelolanya saja, maka ketika kehilangan milik kita itu, kita bukannya sujud menyembah dan berkata "Allah yang memberi dan Allah yang mengambil", melainkan malah akan dengan beringas memandang ke langit dan dengan lantang berterika"Rampok, maling, mengapa KAU mengambil milikku?.............. Dalam kenyataan hidup sehari-hari, tidaklah sulit menemukan orang 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut. Ayub 120-22 Ketika dilanda oleh suatu musibah yang besar, tidak sedikit orang yang akan meninggikan diri di hadapan Allah dan memberontak, mengutuk, bahkan meninggalkan Dia. Tidak demikian dengan Ayub. Sekalipun Ayub dilanda oleh musibah yang begitu besar, yang mungkin tidak pernah dialami oleh siapapun di dunia ini, ia tidak menghujat Allah atau menuduh Allah berbuat yang tidak patut Ayub 122. Ia merendahkan diri di hadapan-Nya, bersujud, bahkan menyembah Allah. Inilah karakter yang digambarkan oleh Alkitab sebagai pribadi yang saleh, jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan Ayub 11. Inilah yang Yakobus maksud sebagai teladan ketekunan Yakobus 511. Demikianlah karakter orang-orang yang telah dipilih oleh Allah menurut rencana-Nya untuk menjadikan mereka serupa dengan gambaran Tuhan Yesus Kristus Roma 828-29. Merekalah orang-orang yang pada akhirnya akan melihat mujizat. Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Roma 828-29

allah yang memberi allah yang mengambil